Pages

Subscribe:

Labels

Sabtu, 03 November 2012

FPPK Demo, Minta Buku ‘Tionghoa di Tarutung’ Ditarik

Tarutung - Seratusan massa yang tergabung dalam Front Pejuang Pembela Kehormatan (FPPK) Bangso Batak mendatangi kantor DPRD di Jalan SM Raja Tarutung, Kamis  (24/5) sekira pukul 10.00 Wib.
Kedatangan mereka untuk menyampaikan sejumlah pernyataan sikap dan melakukan orasi terkait launchingnya buku berjudul ‘Tionghoa di Tarutung’ yang ditulis oleh Sio Hong Wai karena dinilai menyinggung orang Batak. Pimpinan aksi, Mardohar Tampubolon bersama ratusan massa berasal dari berbagai kecamatan se-Taput itu dengan tegas menuntut agar DPRD menyikapi ketersinggungan “Bangso Batak” sehubungan dengan buku berjudul Tionghoa Di Tarutung yang mendiskkreditkan Batak.
Mereka juga meminta DPRD agar mencabut dan memusnahkannya di hadapan publik dan penegak hukum. Sebab dalam orasinya, isi buku tersebut jelas jelas menyinggung Bangso Batak. “Kami bukan keturunan pembunuh seperti yang dituduhkan saudara Sio Hong Wai (penulis). Sebaliknya, kami keturunan pejuang dan raja. Penulis patut mengetahui bahwa Bangso Batak punya andil dalam NKRI, dibuktikan dari banyaknya pahlawan pahlawan Batak yang gugur maupun hidup menyumbangkan drama baktinya di Tanah Air Indonesia.
Penulis yang juga pengusaha Toko Mas Onma jangan menzolimi kebesaran dan kehormatan Batak,” tegas Mardohar. Selain itu, massa FPPK Bangso Batak juga menulis berbagai tuntutan dalam spanduk dan poster poster. Mereka melaksanakan long mars menuju sekretariat DPRD. Dalam orasi itu, massa mengenakan ulos Batak serta membawa boras sipirnitondi (bakul berisi beras) yang bertujuan menyerahkan kepercayaan penuh kepada DPRD untuk menyikapi ketersinggungan Bangso Batak atas sebagian isi buku itu.
Beberapa item tuntutan FPPK Bangso Batak yang disampaikan ke Legislatif yang dituangkan dalam pernyataan sikap antara lain, meminta DPRD menyikapi ketersinggungan Bangso Batak. Kemudian meminta DPRD agar mencabut buku yang beredar dan memusnahkannya di hadapan publik serta penegak hukum. Selanjutnya, penulis diminta membuat permohonan maaf kepada Bangso Batak secara langsung melalui media cetak/elektronik selama 7 hari berturut turut.
Selain itu, penulis juga diimbau membuat pernyataan di Notaris untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Apabila poin poin seperti yang tertuang pada butir 1 dan 3 tidak diindahkan dalam tempo 3×24 jam, maka kami tidak tanggung resiko. “Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kepada saudara Sio Hong Wai mohon meninggalkan Tarutung,” tegas mereka. Pernyataan sikap itu diterima empat anggota Dewan dipimpin langsung Wakil Ketua DPRD Ir Ottoniyer Simanjuntak didampingi Charles Simanungkalit, Jasa Sitompul dan Poltak Pakpahan.
Pada kesempatan itu, Ottoniyer menyampaikan kepada massa bahwa Ketua DPRD tidak bisa hadir karena ada kegiatan yang tidak bisa ditinggal. Tetapi, meski Ketua DPRD tak ada di tempat, Ottoniyer meyakinkan massa untuk tidak berkecil hati. Dan pihaknya berjanji bakal mempertimbangkan keluhan tersebut. “Kami sudah menerima boras sipir ni tondi dan aspirasi bapa ibu semua. Mudah-mudahan kami selalu dberkati Tuhan. Kami mengerjakan semua pekerjaan ini sebagai wakil rakyat. Kami akan menudang penulis untuk mengimbau agar meninjau kembali buku itu.
Karena di dalam buku perundang undangan pun telah diikat, apabila seseorang pereorangan maupun kelompok membuat suatu buku yang telah memiliki hak penerbitan, tentu dia juga memiliki hak atau kewajiban yang sama untuk mengoreksi. Jadi ini akan kami terima untuk ditindak lanjuti,” sebutnya.
Kapolres Taput AKBP IKG Wijadmika SIK dalam kesempatan itu menyampaikan, satu kehormatan bagi mereka karena massa dalam berorasi mengikuti prosedur yang sudah ditentukan.
“Terima kasih. Aksi ini berjaan aman dan tertib. Berbicara tentang isi buku ini memang patut direvisi. Ada beberapa kalimat yang menyakitkan hati. Saya tahu bagaimana perasaan bapak, untuk itu, buku itu patut direvisi,” ujarnya mengawali sambutan. Namun, sebutnya, selisih paham sah-sah saja. Tetapi alangkah indahnya bila dibicarakan dengan kepala dingin. “Otak boleh panas tapi hati harus tetap dingin. Jangan kita bertindak brutal. Apalagi sampai mengusir seseorang.
Mereka saudara kita. Sebab Sio Hong Wai (penulis buku tersebut) juga warga Repobulik Indonesia yang perlu dilindungi oleh hukum. Jangan sampai ada pemerasan segala macam nanti, apalagi sampai berurusan dengan hukum. Itu tidak boleh. Saya salut dengan kebudayaan Batak, tapi ingat jangan emosional,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat adat di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) meminta buku yang dilaunching pada 31 Maret 2012 berjudul Tionghoa di Tarutung perlu perbaikan isi. Sebab sebagian isi buku dinilai tidak relevan dan perlu perbaikan. “Isi buku tersebut belum mencapai kesempurnaan yang menggambarkan soal pembauran sejumlah unsur masyarakat. Untuk itu, diharapkan kepada penulis buku itu segera melakukan penyempurnaan, sehingga ke depan tidak menimbulkan asumsi beraneka ragam,” terang Mardohar Tampubolon, salah seorang budayawan saat menggelar konfrensi pers, bulan lalu.
Katanya, setelah membaca isi buku tersebut, mereka menemukan beberapa bagian yang tidak relevan, perlu ada perbaikan, bahkan ada satu bagian yang tumpuannya telah melanggar koridor etika penulisan dan bersifat crusial yang dapat mendorong pada kontes sara. “Memang sejak dulu, Tarutung wellcome terhadap semua warga. Hanya saja, supaya buku itu lebih kaya dan menggambarkan kebersamaan, alangkah indahnya jika dilakukan perbaikan. Terutama yang menyangkut soal sejarah Tarutung dan adat istiadatnya,” bebernya.
Dia juga menyinggung soal isi buku yang memuat sejumlah kelemahan dan kekurangan khususnya terkait masalah pembauran masyarakat dan kebiasaan masyarakat terdahulu. “Alangkah indahnya bila saudara Sio Hong Wai menjelaskan gambaran betapa terbukanya masyarakat Batak di wilayah Silindung menerima kehadiran Tianghoa dibanding kota atau daerah lainnya pada kurun waktu yang sama,” tandasnya. Terpisah penulis Buku Etnis Tionghoa di Tarutung Sio Hong Wai saat ditemuai di rumahnya beberapa waktu lalu mengakui kekurangan dan kelebihan pada isi buku tersebut.
Untuk itu dia membuka diri apabila ada forum untuk melakukan pembedahan terhadap isi buku tersebut. ”Memang ada kekurangan dan kelebihan isi buku itu. Saya sangat apresiasi bila ada yang memberikan suatu penilain. Untuk itu, kita berharap membicarakan isi buku ini dalam bentuk diskusi. Dalam waktu dekat akan kita lakukan,” ucapnya saat itu.
Dia juga menyampaikan, pada dasarnya dalam menulis buku itu, dia bukan bermaksud membuka masa lalu. “Tidak ada maksud seperti itu. Kita bersama di sini. Kalau ada kekurangan, mari kita perbincangkan dengan baik supaya isi buku itu ke depannya bisa lebih sempurna,” tandasnya. Namun ditunggu-tunggu hingga massa orasi, yang bersangkutan tidak ada itikad baik untuk menemui masyarakat hingga membuat massa marah dan kesal. Oleh massa mengadu ke DPRD guna menengahi permasalahan itu. (Metro/cr-01)

0 komentar:

Posting Komentar